Rabu, 08 Oktober 2014

Maslahah

lebih baik di hadapkan oleh masalah dosa besar dari pada masalah dosa kecil.
entah kenapa setiap kali ku hadapkan oleh perkara-perkara kecil, aku malah melakukannya.
heran.!!

ketahuilah.

Sepata kata UntukMu saudaraku
Sebelum saya menyampaikan apa yang saya harus ane sampaikan, ane hanya ingin meengatakan kepada kalian kalau ane mencintai kalian semua insya Allah karena Allah.

Satu yang harus kalian ketahui, jikalau kalian ingin memperthankan kebahagian kalian, dan ingin seprti itu untuk selamanya, maka yang harus kalian lakukan adalah, jangan pernah menganggap masalah anda sebagai masalah yang besar. dan yang kemudian harus anda lakukan jangan berpikir kalau masalah itu adalah masalah yang besar, karena yang membuat masalah itu besar adalah pikiran kita sendiri yang telah kita pikirkan sebelum masalah itu menjadi besar n berat di pikiran kita.
kita ingat kisah ashabul kahfi yang di mana mereka di tempa satu permasaahan. apa yang kemudian mereka lakukan, yaitu tidur. nah dari sini kita ketahui juga  kalau tidur itu dapat menghapuskan suatu permasalahan.meskipun sebenarnya dalam tidurnya yg panjang itu bukan kemauan mereka, tpi itu bisa menjadi salah satu rujukan kalausannya tidur itu dapat menghapuskan masalah . .

Rabu, 15 Januari 2014

Makalah Bait al Maall wa al-tamwil




Bait al-Mal wa al-Tamwil


 








Disusun oleh:
Kariadin
Muhammad Yunus
Hardianto
Rizal Nurdin
La Ode Ramlan
Dosen Pengampu:
Ahmad Baharuddin, Lc, M.HI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-AZHAR GOWA
MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan nikmat yang diberikan terutama nikmat sehat sehingga penyusun mampu menyusun makalah ini, selanjutnya salam dan salawat atas junjungan kita Rasulullah Muhammad saw yang telah banyak mengajarkan dan memperkenalkan kepada kita tentang Islam baik dari segi Aqidah, ibadah, akhlak, maupun dari segi muamalah.
Dalam makalah ini penyusun mencoba mengulas tentang masalah “Bait al-Mal wa al-Tamwil
Kami yakin dalam penulisan ini masih banyak terjadi kesalahan, baik dari segi penggunaan kata maupun dari segi penulisan, oleh karena itu kami harapkan saran dan kritikan dari pembaca baik dari teman mahasiswa maupun dari dosen  yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah kami kedepannya.
Kami mengharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan siapa saja yang membacanya sehingga ini menjadi amal jariyah bagi kami.

Wassalamualaikum Wr. Wb


                                                                                     Makassar, 13 Januari 2014




DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B.     Rumusan masalah................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.     Pengertian serta Tujuan dan Fungsi BMT ............................................... 3
B.     Sejarah dan Perkembangan BMT........................................................... 6
C.     Pendirian, Prospek dan Tantangan BMT .............................................. 12
BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan.......................................................................................... 18
B.     Saran................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 20








BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Seiring berkembangnya perbankan syariah di Indonesia, berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah dengan sarana pendukung yang lebih lengkap. Ketersedian infrastruktur baik berupa Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, S0P, SOM, IT, Jaringan dan Asosiasi serta perhatian perbankan khususnya perbankan syariah mempermudah masyarakat mendirikan BMT. Belajar dari 15 tahun perkembangan BMT, ternyata BMT yang gugur dan BMT yang tumbuh pesat sangat di pengaruhi oleh SDM, Modal Kerja, Sistem. SDM sebagai poin pertama menjadi pondasi utama BMT. Apabila BMT berisi SDM yang memiliki integritas tinggi, kapable di bidangnya, semangat kerja dan kinerja yang baik maka BMT akan bergerak dan tumbuh dengan dinamis.
Namun pergerakan dan pertumbuhannya akan terhambat ketika modal kerja yang dimiliki tidak memadai. Modal kerja sangat dibutuhkan untuk mengembangkan BMT. Jumlah pendapatan yang ditargetkan tidak mungkin tercapai jika target pembiayaan (yang menjadi core business BMT) tidak tercapai. Salah satu faktor pendukung besarnya volume pembiayaan yang dapat dikeluarkan adalah modal kerja. Sehebat apapun SDM yang dimiliki BMT, jika tidak didukung oleh modal kerja yang memadai maka SDM yang baik pun akan goyah karena dihadapkan oleh perolehan pendapatan yang minim yang tentu juga dikhawatirkan berdampak pada penghasilan mereka dan kepastian masa depannya.
Maka timbulah berbagai masalah di BMT terkait SDM. Pengunduran diri karyawan terlatih adalah hal yang sering muncul karena masalah kesejahteraan. Yang terberat adalah karyawan menjadi tidak amanah, dana anggota diselewengkan. Maka tinggalah pengurus BMT menanggung akibatnya. Jika BMT memiliki SDM yang baik dan modal kerja yang cukup kita bisa lebih berharap kepada BMT dengan kondisi seperti ini. Namun BMT dengan kondisi seperti ini pun tidak selamanya terbebas dari masalah.
BMT tumbuh menjadi lembaga keuangan yang terus berkembang menjadi besar. Namun suatu saat BMT ini tersadar ketika proses audit dilakukan. Ternyata angka-angka pada neraca tidak memiliki data pendukung yang memadai. Terjadi banyak selisih data, yang pada akhirnya menimbulkan biaya baru. BMT ini pun kesulitan melakukan evaluasi terhadap kinerja keuangan, kinerja marketing dan resiko yang sedang dihadapinya. Banyak BMT besar yang runtuh karena hal ini. Akar masalah dari hal tersebut adalah tidak adanya atau tidak dijalankannya sistem. Banyak sistem yang harus dijalankan oleh BMT. Sistem Operasional Prosedur, Sistem Informasi (IT), Sistem Marketing, Sistem Operasional Manajemen dan sistem-sistem lainnya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian serta tujuan dan fungsi BMT?
2.      Bagaimana sejarah dan perkembangan BMT?
3.      Bagaimana pendirian, prospek dan tantangan BMT?

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian serta Tujuan dan Fungsi BMT
BMT merupakan kependekan dari Baitul Mal wa Tamwil atau dapat juga ditulis dengan baitul maal wa baitul tamwil. Secara harfiah baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul maal dikembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan Islam. Dimana baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana sosial. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu pengertian yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT dapat terlihat pada defenisi  baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari defenisi baitul tamwil. Sebagai lembaga sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran Lembaga Amil Zakat (LAZ), oleh karenanya, baitul maal ini harus di dorong agar mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana-dana sosial lain, dan upaya pensyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah (UU Nomor 38 tahun 1999).
Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan pinjam. BMT mempunyai peluang untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.
1.      Landasan Hukum BMT
BMT berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistem operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syari’ah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syariah.
Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan Syariah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro Syariah). Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah selesai.
2.      Tujuan dan Fungsi BMT
Didirikannya BMT dengan tujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada BMT. Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya.
Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi para peminjam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendampingan. Dalam pelemparan pembiayaan, BMT harus dapat menciptakan suasana keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai kemungkinan yang timbul pada pembiayaan. Untuk mempermudah pendampingan, penddekatan pola kelompok menjadi sangat penting. Anggota dikelompokkan berdasarkan usaha sejenis atau kedekatan tempat tinggal, sehingga BMT dapat dengan mudah melakukan pendampingan.
Adapun fungsi didirikannya BMT adalah sebagai berikut:
a)      Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalatdan daerah kerjanya.
b)      Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
c)      Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
d)      Menjadi perantara keuangan antara agnia (Yang berhutang) sebagai shahibul maal dengan duafa sebagai mudharib, terutama untuk dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah wakaf, hibah, dan lain-lain.
e)      Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif.
B.     Sejarah dan Perkembangan BMT
1.      Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)
Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.
2.      Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahun yang diambil dan Baitul Mal.
3.      Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)
Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin”.
4.      Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya.
Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan Usman menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.”
5.      Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Katsir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.
6.      Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.
7.      Sejarah perkembangan BMT di Indonesia
Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil dengan nama Bait at Tamwil Salman dan selanjutnya di Jakarta didirikan Koperasi Ridho Gusti. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
Selanjutnya, PINBUK lebih dikenal luas sebagai jejaring Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) dalam soal pemberdayaan ekonomi umat. PINBUK yang tercatat paling banyak memperkenalkan serta mempopulerkan istilah BMT. Pinbuk pula yang paling giat mendorong pendirian BMT di berbagai wilayah, disertai dengan bantuan teknis awal untuk operasionalisasinya. PINBUK banyak mengadakan forum ilmiah, menerbitkan buku-buku petunjuk teknis, mengadakan pelatihan, mengembangkan jaringan kerjasama, dan sebagainya yang memudahkan masyarakat mendirikan dan mengelola BMT secara baik. Bahkan, ada beberapa lembaga keuangan mikro syariah yang telah beroperasi sebelumnya pun bertransformasi menjadi BMT.
Tonggak penting lainnya berupa keterlibatan secara aktif dari Dompet Dhuafa (DD) Republika, suatu lembaga yang menghimpun sumbangan berupa ZIS (Zakat, Infak, dan Sedekah). Para pegiat DD telah sejak awal melihat konsep gerakan BMT sangat baik dan bersesuaian dengan visi pemberdayaan yang mereka miliki. Setelah melalui diskusi intensif dan studi lapangan pada BMT Bina Insan Kamil, DD menggelar tiga acara pendidikan dan pelatihan (diklat). Diklat pertama dilakukan di BPRS Amanah Umah di Leuwiliang Bogor pada September 1994. Diklat kedua digelar di Baitut Tamwil Binama Semarang pada November 1994. dan diklat ketiga terakhir di Yogyakarta pada bulan Januari 1995. Sebagai tindak lanjut ketiga diklat tersebut, tumbuh dan berkembang sekitar sekitar 60-an BMT pada awal 1995 di lingkungan DD, yang kemudian terus dibina dan dikembangkan secara cukup serius.
Sekedar informasi, dapat disebut beberapa BMT yang didirikan pada pertengahan tahun 1990-an, yang sampai saat ini masih beroperasi dan mengalami perkembangan yang sangat baik. Baik yang awalnya terkait Pinbuk, Dompet Dhuafa, Muhammadiyah, dan ormas lain, maupun yang secara independen didirikan oleh seorang atau sekelompok orang peduli. Diantaranya adalah: BMT Tamzis, Wonosobo (1992), BMT Binama, Semarang (1992), BMT Bina Umat Sejahtera, Rembang (1995), BMT Marhamah, Wonosobo (1995).BMT Ben Taqwa, Purwodadi (1996), BMT At Taqwa, Pemalang (1996), BMT Marsalah Mursalah lil Ummah, Pasuruan (1997), dan lain-lain.
Berdasar data Perhimpunan BMT Indonesia, dilengkapi pencermatan atas data PINBUK, data kementerian koperasi, serta beberapa penelitian terpisah, maka diperkirakan ada sekitar 3.900 BMT yang operasional sampai dengan akhir tahun 2010. Sebagian BMT yang sebelumnya ada dalam daftar Pinbuk memang tidak aktif lagi, namun banyak pula yang baru bermunculan. Total aset yang dikelola mencapai nilai Rp 5 trilyun, nasabah yang dilayani sekitar 3,5 juta orang, dan jumlah pekerja yang mengelola sekitar 20.000 orang.
Sebagian besar dari 3,5 juta orang nasabah, yang dalam praktik umumnya disebut anggota dan calon anggota karena berbadan hukum koperasi itu adalah mereka yang bergerak di bidang usaha kecil, bahkan usaha mikro atau usaha sangat kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari mereka yang dilayani sangat luas, mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang asongan, pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani, peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif modern.
Pertumbuhan kelembagaan dan jumlah nasabah membawa perkembangan yang pesat pula dalam kinerja keuangannya. Dana yang bisa dihimpun bertambah banyak, pembiayaan yang bisa dilakukan naik drastis, dan pada akhirnya aset tumbuh berlipat hanya dalam beberapa tahun. Pada saat bersamaan, BMT telah memberikan pembiayaan melebihi dana yang berhasil dihimpun, yang dimungkinkan oleh semakin membaiknya modal sendiri maupun mulai ada kepercayaan dari bank syariah untuk bekerjasama. Patut dicatat bahwa seluruhnya diberikan kepada UMKM atau perorangan dari rakyat berpendapatan rendah.
Dengan demikian BMT secara faktual berkembang menjadi salah satu lembaga keuangan mikro (LKM) yang penting di Indonesia, baik dilihat dari kinerja keuangan maupun jumlah masyarakat yang bisa dilayaninya. Segala kelebihan yang biasa dimiliki oleh LKM pun menjadi karakter BMT. Salah satunya, sebagaimana banyak diketahui, LKM lebih tahan terhadap goncangan perekonomian akibat faktor eksternal Indonesia.
Sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya BMT, maka para penggiat BMT mulai sadar akan perlunya suatu kebersamaan yang lebih kuat lagi, sehingga lahir lah berbagai asosiasi. Awalnya adalah asosiasi BMT daerah, seperti asosiasi BMT Surakarta, Asosiasi BMT Klaten, Asosiasi BMT Wonosobo, dan lain-lainn. Pada tanggal 14 juni 2005, Perhimpunan BMT Indonesia, yang sempat dikenal dengan sebutan BMT Center, didirikan di Jakarta oleh 96 BMT, yang merupakan asosiasi atau perhimpunan BMT berskala Nasional yang pertama. Kemudian pada bulan juli 2005, di Auditorium BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem berdirilah asosiasi BMT Jawa Tengah. Pada bulan Desember 2005, melalui Kongres BMT Nasional yang dihadiri oleh BMT-BMT utama diseluruh Indonesia, berdirilah asosiasi Baitul Maal Wat Tamwil Se-Indonesia (ABSINDO).
C.     Pendirian, Prospek dan Tantangan BMT
1.      Pendirian BMT
BMT dapat didirikan dan dikembangkan dengan suatu proses legalitas hukum yang bertahap. Awalnya dapat dimulai sebagai kelompok swadaya masyarakat dengan mendapatkan sertifikat operasi/kemitraan dari PINBUK dan jika telah mencapai  nilai aset tertentu segera menyiapkan diri kedalam badan hukum koperasi. Secara bersamaan persiapan legalitas kelembagaan dilakukan bersama-sama persiapan operasional BMT, yang meliputi:
a.       Persiapan modal awal
Modal awal untuk pendirian BMT minimal sebesar Rp 10 juta - Rp 30 juta sebagai modal perangsang hingga Rp 150 juta. Nilai ini berdasarkan perhitungan skala ekonomis agar BMT dapat beroperasi dengan baik. Modal awal ini diperoleh dari simpanan pokok anggota pendiri yang besarnya disepakati oleh anggota ditambah dengan simpanan khusus dari beberapa anggota yang memiliki dana lebih.
b.      Persiapan infrastruktur
Persiapan infrastruktur meliputi ruang kantor BMT, peralatan kantor (meja counter, meja dan kursi, lemari, brankas, komputer, printer, dsb), sistem IT untuk operasional BMT serta Sistem Manajemen (SOP) alat tulis kantor dan barang cetakan lainnya.
c.       Persiapan SDM
Kebutuhan SDM untuk operasional BMT pada tahap awal bergantung pada modal awal BMT. Untuk tahap awal BMT dengan modal sangat terbatas dapat dijalankan oleh minimal 2 orang karyawan, 3 orang lebih baik namun perlu diperhitungkan beban biaya overhead BMT terkait dengan penambahan jumlah karyawan. Kualifikasi karyawan BMT, untuk tenaga administrasi (operasional) diupayakan berlatar belakang pendidikan di bidang akuntansi. Satu karyawan lainnya sebagai tenaga marketing sekaligus sebagai manajer yang bertanggung jawab sebagai pimpinan BMT. Sebelum mulai bekerja, karyawan BMT perlu dibekali dengan pemahaman terhadap konsep operasional lembaga keuangan syariah serta sistem kerja dan prosedur yang berlaku. Untuk itu perlu diberikan pelatihan dan magang secara langsung di BMT yang secara sistem sudah berjalan dengan baik.
Setelah BMT berdiri maka perlu diperhatikan bahwa struktur organisasi BMT yang paling sederhana harus terdiri dari badan pendiri, badan pengawas, anggota BMT, dan badan pengelola. Badan pendiri adalah orang-orang yang mendirikan BMT dan mempunyai hak prerogatif yang seluas luasnya dalam menentukan arah dan kebijakan BMT.
Badan pengawas adalah badan yang berwenang dalam menetapkan kebijakan operasional BMT. Kebijakan operasional BMT adalah memilih badan pengelola, menelaah dan memeriksa pembukuan, dan memberikan saran kepada badan pengelola berkenaan dengan operasional BMT.
Anggota adalah orang yang secara resmi mendaftarkan diri sebagai anggota BMT dan dinyatakan diterima oleh badan pengelola. Badan pengelola adalah sebuah badan yang mengelola BMT serta dipilih dari dan oleh anggota badan pengawas. Sebagai pengelola BMT, badan pengelola biasanya memiliki struktur organisasi tersendiri.
2.      Prospek dan Tantangan BMT
Kehadiran BMT merupakan sebuah media untuk terwujudnya kemaslahatan ummat. Bagi kalangan tertentu seperti cendikiawan atau ulama mungkin telah mengetahui BMT, tetapi bagi masyarakat awam pengetahuan tentang BMT masih kurang. Penyebabnya adalah lemahnya sosialisasi tentang BMT itu sendiri. Melihat kinerja yang telah ada sekarang ini, BMT memiliki kemungkinan besar untuk dikembangkan dalam skala nasional.
BMT merupakan basis bagi lembaga keuangan mikro . pada BMT, nasabah berusaha di didik untuk dapat melakukan hubungan dengan lembaga keuangan modern. Nasabah kecil bisa langsung dilayani oleh BMT. Sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah, BMT sangat berperan penting dalam memberikan rasa aman bagi masyarakat yang memang membutuhkan tata cara bermuamalah yang sesuai dengan prinsip syariah.
Keberadaan BMT diharapkan mampu mempunyai efek yang sangat kuat dalam mengurangi ketergantungan pengusaha kecil dari lembaga-lembaga keuangan informal seperti rentenir yang bunganya relatif lebih tinggi. Pemberian pembiayaan sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi usaha kecil. Selain itu dengan kehadiran BMT diharapkan mampu menjadi sarana dalam menyalurkan dana untuk usaha bisnis kecil dengan mudah dan bersih, karena didasarkan pada kemudahan dan bebas bunga/riba, memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah. Lembaga untuk memberdayakan ekonomi ummat, mengentaskan kemiskinan, meningkatkan produktivitas.
BMT telah terbukti dapat memberdayakan masyarakat kelas paling bawah secara signifikan. Dalam satu dasawarsa pertama (1995-2005), di Indonesia telah tumbuh dan berkembang lebih dari 3.300 BMT, dengan aset lebih dari Rp 1,7 triliun, melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberikan pinjaman terhadap 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil. BMT sebanyak itu telah memperkerjakan tenaga pengelola sebanyak 21.000 orang.
Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala. Adapun kendala-kendala tersebut diantaranya:
a.       Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT.
b.      Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding BMT.
c.       Nasabah bermasalah.
d.      Persaingan tidak Islami antar BMT
e.       Pengarahan pengelola pada orientasi bisnis terlalu dominant sehingga mengikis sedikit rasa idealis.
f.        Ketimpangan fungsi utama BMT, antara baitul mal dengan baitutamwil.
g.       SDM yang kurang memadai.
BMT secara umum telah terbukti berhasil menjadi lembaga keuangan mikro yang andal. Kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat terbilang luar biasa, mengingat mayoritas anggota dan nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro, yang selama ini tidak diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana. Dengan mengembangkan kemampuan menabung mereka, ketahanan masyarakat dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak seperti sakit, musibah maupun kebutuhan mendesak lainnya menjadi semakin kuat. Mereka pun mulai belajar mengakumulasikan modal bagi peningkatan kapasitas bisnis, atau pembuatan bisnis baru. Sementara itu, perkembangan pembiayaan yang diberikan pun terbilang spektakuler. Rasio financing to deposit ratio (FDR), yang umumnya mendekati atau lebih dari 100%, menunjukkan bahwa dana yang dihimpun dari anggota dan nasabah dapat disalurkan sepenuhnya. Tak jarang, BMT memerlukan tambahan dana dari sumber lain, seperti perbankan syariah.
Jati diri BMT yang paling pokok adalah identitas dan ciri keislamannya. Secara historis, pendirian dan perkembangan gerakan BMT selalu berkaitan dengan nilai-nilai Islam dan respon atas kondisi umat Islam. Para pegiat pun berupaya mengedepankan berbagai identitas keislaman dalam operasionalisasi BMT, termasuk dalam proses dan kinerja sebagai badan usaha yang melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Secara penamaan, lembaga beserta produk-produknya, mengesankan citra Islami. Konsekuensi logis dari semua itu, BMT harus bertanggungjawab untuk istiqamah terhadap citra diri yang demikian. Tidak saja kepada stakeholder yang bersifat sosiologis, melainkan juga bertanggung jawab kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Perkembangan BMT yang pesat diiringi pula oleh semakin besarnya tantangan yang dihadapi. Tantangan internal terpenting diantaranya adalah: soal kepatuhan syariah (syariah compliance), soal mempertahankan idealisme gerakan, soal profesionalisme pengelolaan, soal pengembangan sumber daya insani, dan soal kerjasama antar BMT. Sementara itu, tantangan eksternal yang utama adalah dinamika makroekonomi, masalah kemiskinan yang masih menghantui perekonomian Indonesia, dinamika sektor keuangan yang belum menempatkan keuangan mikro sebagai pilar utama, serta masalah legalitas dan regulasi untuk BMT.
Musyawarah nasional BMT Center April 2010 menetapkan suatu cetak biru yang dinamakan “Haluan BMT 2020” dengan tujuan mengidentifikasi tantangan utama yang akan dihadapi oleh gerakan BMT pada sepuluh tahun mendatang. Haluan memuat penjelasan tentang jati diri BMT, semacam identitas dan citra diri yang melandasi operasi BMT serta menginspirasi para pegiatnya. Haluan juga mengetengahkan sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas, sehingga para stakeholder dalam kegiatan pengembangan usaha BMT dapat memiliki pedoman untuk menyelaraskan aktivitasnya.







BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam : keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.
 BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang salaam, yaitu penuh  keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.Peran BMT di masyarakat, adalah sebagai :
1.    Motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak.
2.    Ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi syariah.
3.    Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu’afa (miskin).
4.     Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu ‘amala, dan salaam
Sedangkan Fungsi BMT di masyarakat, adalah : Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih profesional, salaam (selamat, damai, dan sejahtera), dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan global. Mengorganisir dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
Mengembangkan kesempatan kerja. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota.Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil dengan nama Bait at Tamwil Salman dan selanjutnya di Jakarta didirikan Koperasi Ridho Gusti. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindak lanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
B.     Saran
Setelah mengangkat judul makalah kami yang membahas BMT. Maka kami dari penulis mengharapkan adanya pembahasan yang lebih dalam lagi demi melengkapi kekurangan penyajian isi makalah kami. Kami melihat bahasan ini masih banyak memiliki kekurangan, dari itupulah kami menunggu saran dan kritik dari teman-teman ataupun yang membaca makalah kami. Dan jika dari penulisan kami bayak kesalahan dengan senang hati kami menunggu masukannya.





DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, Bandung: Alfabeta, 2010.
Soemitra, Andri M.A. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana prenada media group, 2009.